Langsung ke konten utama

Cerita Pendek : Yogya Bersamamu



Yogya Bersamamu

Matahari bersinar. Hangatnya harumkan bunga bermekaran. Tiada tempat setenang disini, setidaknya menurut Fairizh, atau akrab di panggil Fay, seorang gadis keturunan Tiongkok-muslim yang lahir dan besar di Ibukota Jakarta. Belum genap seminggu setelah ia bermukim di sebuah penginapan asri dipusat kota Yogyakarta, ia langsung jatuh hati. Disini, ia temukan satu hal dimana sebuah senyum dan sapaan nan ramah bisa menggugah hati. Karena begitu ia keluar penginapan, ia disambut hangat orang-orang sekitar.
“Selamat pagi mbak Fay, Pagi-pagi udah cantik, to?” ialah Pak Anto, pria berumur pengelola villa dengan senyum ramah melekat dan logat jawa yang kental. “Selamat pagi juga Pak. Iya nih mau lihat-lihat keratin sekalian mau cari oleh-oleh buat yang di Jakarta.”,ujar Fay. “Baru selesai lari pagi ya, Pak?”
“Iya dong. Daripada tidur dirumah mending keluar cari keringet mbak, badan juga jadi sehat.”, katanya. “Ohya? Mbak Fay gak akan nyesal kalau kesana. Nah kalo mau cari oleh-oleh ke Malioboro aja disana barangnya murah-murah.” Ujarnya. “Gitu ya pak? Wah, makasih nih infonya. Saya permisi dulu, pak.”
ɤɤɤ
Bhanu, proyeknya macet di dosen nih, aku gak bisa nge-bujuknya. Bayu menghela, “Bujuk lagi. Ini sudah H-3 menuju deadline, pokoknya—“Bruk! Nyaris sekali, kalau Bhanu tidak punya keseimbangan yang baik, meluncur sudah ponsel tersebut. Seorang wanita yang menabraknya menundukkan kepala sambil berucap maaf. Bhanu tidak bisa lihat wajahnya karena wanita itu langsung pergi tanpa mendongak. Bhanu menautkan alis memungut sebuah brosur yang jatuh dekat kakinya, ia menoleh ke gadis itu lagi. Miliknya?
Bhanu tak hiraukan panggilan telepon temannya lagi, fokusnya terarah pada gadis berambut panjang yang tiba-tiba membuatnya penasaran.
***
Fay mengayunkan tungkai masuk ke Masjd Gedhe Kauman yang letaknya disebelah barat alun-alun kompleks keraton Yogya. Ketika keluar, ia berpapasan dengan seorang pria jangkung ber-kemeja biru denim yang baru akan masuk, mata keduanya sempat bertubrukan. Fay menoleh untuk melihatnya kembali, tapi pria tersebut cepat-cepat membuang muka.
Bhanu bergegas masuk ke Mesjid, tetapi hanya sampai pintu masuk, ia kembali keluar dan mengikuti kemana gadis itu pergi. Ia tidak tahu kenapa ia melakukannya, tapi satu hal yang pasti, gadis yang beradu tatap dengannya memiliki kulit sepucat susu, serta mata kecil yang serupa garis lurus. Bhanu berjalan tepat dibelakang Fay yang masuk ke kompleks museum keraton yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan.
Fay mengeluarkan ponsel dan memotret beberapa benda koleksi, tak lupa juga memotret dirinya sendiri dengan kamera depan. Tiba-tiba Fay membalikkan badan setelah melihat seluit aneh pada hasil fotonya, ia menangkap basah Bhanu yang membuntutinya. “K-kau mengikutiku?”,tanya Fay selidik. Bhanu menoleh, “Kau bicara padaku?”
Fay mengerutkan dahi, padahal ketika berfoto jelas sekali terlihat kalau pria tersebut memang memperhatikannya. Kau sedang berwisata disini juga? Bagaimana kalau kita sama-sama?”, ajak Bhanu tiba-tiba, secara spontan, tanpa di rencanakan. Fay menatapnya aneh. Bhanu cepat-cepat merogoh saku mengeluarkan dompetnya, “Ah aku bukan orang seperti yang kau pikirkan, aku seorang mahasiswa yang—”,katanya sambil memberikan kartu mahasiswa, tapi Fay terlanjur memotong, “Tidak apa-apa, tidak usah.”
Bhanu masukkan kembali dompetnya kedalam saku dengan wajah kecewa, Fay meliriknya, “Apa kau tidak ada kegiatan lain?”. Pria itu sepontan mengangguk dan mengulurkan tangannya. “Tidak ada sama sekali! Perkenalkan, Namaku Bhanu. Bhanu Tamam.” Fay hanya menundukkan kepala dengan sopan kemudian pergi tanpa membalas jabatan tangan pria aneh ini. Di sisi lain, pria yang tangannya masih melayang kosong tanpa balasan, ia mengumpulkan jari membuat kepalan tangan, dan memutuskan mengikuti Fay lagi.
Fay mengunjungi toko souvenir yang menjual berbagai macam aksesoris seperti patung kecil, gelang, sampai blankon bermotif batik. Fay mencoba salah satu blankon ke kepalanya, dan ia tertawa sendiri karena wajahnya jadi lucu. Ia beralih pada sebuah replika kapal layar berbahan kayu yang dicat warna coklat mocca. Begitu Fay menyentuhnya, ada tangan lain yang juga menyentuh benda tersebut. Fay cepat menarik tangannya begitu tahu bahwa orang tersebut adalah pria aneh yang bernama Dhanu-Bhanuatau apalah. Sekali lagi, pria itu mengulurkan tangannya, dan sekali lagi Fay hanya menundukkan kepala dan pergi. Tapi, pria jangkung tersebut tak juga menyerah. Ia menertawakan dirinya sesaat, dan mengejar Fay.
Keluar dari toko, Fay membuka ponsel untuk melihat google map mencari jalan ke Tugu Yogya. Pria tersebut memperhatikan pergerakan bibir Fay yang menyebut dua kata berkali-kali. Ia tersenyum, lalu menutupi layar ponsel dengan tangannya, Fay mendongak. “Mau pergi ke Tugu Yogya? Butuh tour guide?”
Fay tidak menjawab. Tapi, Bhanu langsung menyambut diam Fay dengan  meraih tangan wanita cantik itu kedalam genggaman tangannya. Anehnya, meski logika Fay berdemo di kepalanya untuk menarik kembali pergelangan tangannya dari Bhanu, tapi nyatanya hal itu tak ia lakukan. Bhanu memiliki genggaman tangan yang hangat, sesuai namanya yang berarti Matahari.
Untuk dua orang yang baru berkenalan, Fay dan Bhanu sudah terlihat akrab tanpa rasa canggung, seolah memang sudah berteman sejak lama. Nyataannya, mereka baru bertemu tak sampai sejam lalu. “Usia monumen ini hampir tiga abad, didirikan sebagai symbol semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajah. Ketika awal dibentuk, puncak tugu itu tidak berbentuk kerucut runcing, tapi bulat. Dan tingginya sepuluh meter lebih tinggi dari tinggi sekarang. Itu semua karena gempa yang mengguncang Yogya pada 10 Juni 1867, dan keadaannya berubah ketika Belanda merenovasi Tugu di tahun 1889.”
“Belanda merubah tinggi monumen menjadi hanya 15 meter saja yang awalnya 25 meter, puncak berbentuk bulat yang memiliki symbol persatuan juga diubah bentukanya jadi kerucut seperti itu, apa alasannya?”,tanya Fay.
Bhanu tersenyum, begitu menawan. Ugh! Kau gila Fay!? Menawan? “Sebenarnya, itu hanya taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara Raja dan rakyat, tapi kalau melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogya sesudahnya, sepertinya rencana Belanda tak berhasil, kan?”
Fay tak ingin menyia-nyiakan kunjungannya ke Tugu Jogja hanya mendengar filosofinya saja, Fay mengambil kamera dari tas ransel mininya dan mengambil beberapa gambar dari Tugu. Ia juga mengajak Bhanu berfoto bersama. Namun, Fay karena tangannya yang pendek ditambah tubuh menjulang Bhanu membuatnya kesulitan untuk mengambil close up wajah mereka. Bhanu berinisiatif mengambil alih kamera Fay dan sedikit membungkukkan badan sehingga wajah keduanya berdekatan. Diam-diam, Fay tersenyum.
Ditengah hiruk-pikuk kota yang makin erat dengan modernisasi, rupanya Yogyakarta tak kehilangan sisi spiritual dan mitos yang melekat hingga kini. Banyak yang bilang, tak lengkap rasanya kalau datang ke Yogya tanpa berkunjung ke Alun-Alun Kidul,  dan disinilah Fay sekarang, berdiri diantara beringin kembar raksasa nan gagah dengan mata tertutup sehelai kain hitam untuk menguak misteri pohon keramat ini. “Pikirkan satu hal yang paling kau inginkan. Jika berhasil melewati dua pohon itu, apapun keinginanmu bisa terkabul, begitu kan mitosnya?”,tanya Fay sebelum ia berangkat. Ia dapat merasakan sentuhan tangan Bhanu memperbaiki penutup matanya. “Benar, jadi berjalan yang lurus oke?”
Fay berjalan mengikuti naluri serta instingnya, berjalan lurus melintasi celah lebar diantara kedua pohon. Fay ragu ia bisa berjalan lurus dengan mata tertutup, bukan perkara mudah untuk melakukannya, tak sedikit pelancong yang gagal dan melenceng ke samping. Ketika ia berhenti dan melepas pentup matanya, ia spontan bersorak dan berteriak kegirangan karena berhasil melintasi pohon dengan berjalan lurus. Fay berlari kencang ke tempat Bhanu yang tampak ikut senang dan langsung memeluknya erat.
Bhanu mematung ditempat tak bereaksi sama sekali ketika tangan gadis itu melingkar pas ditubuhnya. Sejurus kemudian, Fay sadar dengan apa yang dilakukannya dan buru-buru melepas pelukan kemudian melangkah mundur dengan canggung. Tetapi, pria didepannya cepat menarik pinggangnya, membawanya kembali kedalam rangkuhan yang jauh lebih hangat dari sebelumnya. Detak jantung keduanya membaur saling bersahutan dalam irama selaras.
ɤɤɤ
Hari makin sore, matahari tergelincir ke arah barat dan sinarnya berwarna kuning dan jingga. Sambil melepas penat setelah seharian mengitari destinasi favorite Yogya, Fay dan Bhanu rehat di bangku taman Alun-Alun Kidul sembari memandangi pohon beringin kembar yang daun-daunya berkilau tertimpa sinar senja.
“Kita sudah bersama sejak pagi tadi tapi belum berkenalan dengan benar, aku sudah memberi tahu namaku, tapi kau belum. Siapa namamu?”,tanya Bhanu.
Fay tersenyum, “Aku lebih suka seperti ini, lain waktu aku akan kuberitahu, Bhanu.”
“Kalau begitu, apa lain waktu itu artinya besok? Mau keliling Yogya lagi denganku ‘lain waktu’?”, tanya Bhanu. Fay hanya tertawa menanggapinya tanpa menjawab ajakan pria disampingnya. Melihat gadis cantik disampingnya tertawa, Bhanu jadi ikut tertawa.
Pemandangan yang cantik, matahari yang hangat, serta gadis manis yang jauh lebih cantik dan hangat. Sore yang sempurna.
ɤɤɤ
Selepas makan malam, Fay memeriksa ponsel dan membuka galeri. Disana, ada beberapa foto yang ia ambil ketika berada di kompleks museum keraton. Ia tersenyum kecil melihat kembali foto selfie yang dilakukannya di sepanjang perjalanan di keraton. Karena, sosok Bhanu terus saja muncul dalam foto. Fay memperbesar salah satu fotonya dan melihat Bhanu yang sedang tersenyum dibelakangnya. Fay merasa wajahnya memanas, ia menarik selimut dan menutupi seluruh badannya sambil memanjatkan doa dan berharap pagi cepat datang.
ɤɤɤ
Pantai Pok Tunggal, 08.30 WIB
Tidak hanya Pantai Parangtritis yang sudah terkenal disepanjang pesisir pantai Gunungkidul, terdapat puluhan pantai mempesona yang menjadi surga tersembunyi dibalik gugusan perbukitan kapur yang identik dengan kawasan Gunungkidul, Pantai Pok Tunggal salah satunya. Destinasi Yogya yang ikonik dimana terdapat sebatang pohon Duras yang dipercaya menjadi lambang kemakmuran penduduk setempat, sesuai namanya, hanya terdapat satu-satunya pohon yang tumbuh yang konon menjadi inspirasi pemberian nama Pok Tunggal.
Butuh waktu 2,5 jam perjalanan dari pusat Yogya untuk tiba dilokasi, medan yang cukup sulit dengan begitu banyak tikungan serta bongkahan karang besar. Tetapi, penat dan lelah terbayar tuntas dengan keelokan pemandangan hamparan pasir putih disapu ombak biru sesekali. Pesona sesungguhnya dari pantai ini adalah jajaran tebing-tebing setingggi 50 meter yang membentengi pantai dari dunia luar.
Bhanu tiba dilokasi tepat waktu. Ia ikuti penunjuk arah dan berjalan di jalan batu masuk ke kawasan pantai. Nampak pohon Duras berdiri gagah di sisi kanan jalan masuk. Ia mengambil sebuah brosur dari saku levisnya. Memutuskan menyimpan brosur milik gadis itu kemarin tidak percuma juga,
Besok : Pantai Pok Tunggal (08.30 WIB)
Ia memutuskan untuk menunggu Fay dibangku taman ditempat teduh. Ia berniat mengejutkan Fay dengan kehadirannya disini, ia lirik jam tangan, “Dia pasti sampai sebentar lagi.”
ɤɤɤ
70 KM dari Pantai Pok Tunggal, pukul 05.00 WIB.
Seorang gadis cantik sedang bergegas merapikan barang-barang yang akan dibawanya menuju Pantai Pok Tunggal ke tas ransel yang setia menemaninya berkeliling Yogya. Tidak banyak, hanya air mineral, dompet, ponsel serta kamera yang wajib dibawa. Selebihnya ia lebih suka beli diluar.
Ditengah-tengah kesibukannya, Fay menemukan sebuah foto ukuran post card tertindih kamera. Ia pungut benda tersebut, balas tersenyum pada dua orang yang juga tersenyum didalam foto. Fay ingat cara pria itu mengambil alih kamera dan menundukkan badannya hanya agar tinggi mereka jadi setara. Satu hal lain yang ia ketahui, selain memiliki genggaman tangan hangat, Bhanu juga memiliki manik mata yang indah.
Fay kaget ketika sadar ia malah sibuk mengagumi sosok pria menawan bernama Bhanu sehingga tak ingat waktu yang terbuang. Hari ini ia tidak ingin terlambat.
Fay bangkit namun tiba-tiba rasa nyeri merangsek masuk kedalam dadanya, menyentak kuat seperti sebuah ribuan jarum menusuk jantungnya, menghasilkan rasa sakit yang begitu hebat, membuat sensasi degup jantung yang berpacu cepat tak terkontrol. Sambil mencengkram dada kuat-kuat dengan sisa-sisa kekuatannya, ia merangkak menggapai tas dan mengeluarkan botol plastik berisi obat penghilang rasa nyeri untuk penyakit jantungnya. Sial! obatnya telah habis, ia mencari-cari dimana kopernya dan mengeluarkan semua barang didalamnya untuk mendapat botol plastik serupa.
Tapi, begitu benda yang dicarinya ketemu, Fay jatuh terduduk dengan pil dan sebuah foto postcard ditangannya. Sembari menekan dadanya keras, gadis cantik yang kesakitan itu menikmati waktu-waktu terakhirnya dengan memandangi wajah pria bermata indah dalam foto dengan air mata bercucuran. Ditengah kepiluannya, ia mengetahui satu hal baru, selain memiliki mata nan indah, Bhanu merupakan cinta pada pandang pertama Fay, juga jadi yang terakhir.
Sementara itu, disebuah pantai elok berlindungkan gugusan tebing-tebing curam, seorang pria jangkung bermata indah duduk disebuah bangku taman ditemani helaan napas ditiap menit yang dilewatinya, masih menunggu gadis pujaannya, yang nyatanya tak pernah datang.
-End-

Jangan lupa sertakan source ketika copas! thank u!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek : Kisah Toko Buku

Halo!! Sebelum memposting cerpenku, kali ini aku mau cerita dikit ya? tepatnya tentang dari mana ide cerita ini muncul.  Jadi, di sore yang gelap, hujan dan penuh geludug, aku membuka halaman twitterku, dan menemukan sebuah thread yang didalamnya sudah ribuan orang me-retweet dan reply.  judul Theard itu adalah :  "KETEMU JODOH DI TOKO BUKU" Begitu aku membacanya, kepala gabut-ku yang mulanya mentok karena terserang writer block, mendadak mendapat pencerahan. setelah itu, malamnya aku langsung membuat cerpen ini, dua jam kemudian siap meskipun masih ragu untuk judulnya.  Terimakasih untuk akun twitter @federicakim telah memberikanku inspirasi yang begitu berharga.. Semoga orang itu memang jodohmu.. aamiin.. PS : nama, tempat, dan unsur lain dalam cerpen diubah dari cerita aslinya. Selamat Membaca! Kisah Toko Buku Rasa sakit tidak pernah peduli dengan seberapa besar perasaan kita terhadap seseorang. Dan kadang, rasa itu membutakan se

Cerita Pendek : Cincin

Helo People!  Kukembali dengan membawa  satu cerita pendek lainnya!  Semoga suka! and..  Happy Reading! Cincin Jakarta tidak berubah, panas matahari masih begitu terik, di perparah dengan kemacetan yang kian hari kian padat. Baik panas ataupun macet, dua hal lumrah tersebut sudah jadi bagian hidup semua orang yang menetap di dalamnya. Meski begitu, hal-hal yang menurut sebagian orang tak menyenangkan ini bisa jadi pemicu rindu seorang kala jauh, setidaknya itu menurut Azka, seorang mahasiswi yang merantau jauh ke negeri ginseng. Studinya dimulai ketika ia lolos seleksi beasiswa S1 Kyunghee University untuk Departemen of Fashion Art di Kota Seoul, Korea Selatan. Bukan perkara mudah untuk mendapatkannya, tetapi Azka bersyukur bisa jadi orang beruntung yang dapat berkuliah di salah satu universitas terbaik se-Asia. Azka tidak menyia-nyiakan kesempatan emas untuk mendalami ilmu fashion yang seyogianya merupakan cita-cita Azka sejak kecil, ditambah jika berkaca dari kejadian